Monday, January 28, 2013

STRATEGI JANGKA SEDANG


STRATEGI JANGKA SEDANG
PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN KEKUATAN BRIMOB POLRI
Oleh : Drs. SUJITNO
PENDAHULUAN
1. U m u m.
a. Globalisasi yang ditandai oleh adanya isue-isue demokratisasi, lingkungan hidup, dan HAM, telah membawa angin reformasi di negara Indonesia. Dalam era reformasi tersebut masyarakat semakin berani mengemukakan pendapat secara terbuka dan cenderung memaksakan kehendaknya melalui kegiatan pengerahan massa, yang dalam sebagian pelaksanaannya tersebut menimbulkan tindakan arogansi massa berupa pengrusakan, pembakaran, penjarahan, penganiayaan dan bahkan pembunuhan.
b. Dengan adanya ketetapan MPR RI Nomor : VI/MPR/2000 tanggal 18 Agustus 2000 tentang pemisahan Polri dengan TNI, yang memiliki makna tersendiri bahwa Polri diberi kewenangan luas dalam melaksanakan tugas–pokok, fungsi dan peranannya sebagai aparat penegak hukum, sebagai pengayom, dan sebagai pelayan masyarakatnya, dalam kaitannya dengan tugas yang diamanatkan oleh GBHN dimana Polri mempunyai tugas negara yaitu sebagai aparat yang bertanggung-jawab terhadap keamanan dalam negeri (Kamdagri) dari setiap ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang terjadi atau yang akan dan atau yang terjadi di wilayah hukum negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).
c. Seperti halnya Fungsi-fungsi kepolisian di Polri lainnya yang mengemban tugas penegakan hukum, Brimob Polri sebagai fungsi bantuan taktis operasional yang merupakan kesatuan pemukul (Stricking force) bagi Polri dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Polri selaku aparat penegak hukum, pada era lima tahun kedepan yang penuh dengan nuansa demokratisasi dan dalam rangka mewujudkan supremasi hukum,
dituntut agar mampu menampilkan jatidirinya (Good governance) dan sebagai bagian dari aparat penegak hukum yang bersih (Clean government) dalam setiap pelaksanaan tugasnya, dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (Hukum dan HAM).
d. Terhadap terjadinya kerusuhan massa apabila tidak segera diterima oleh pihak yang menjadi sasaran unjuk rasa, dapat memancing emosional petugas lapangan berupa aksi kekerasan terhadap pengunjuk rasa, dalam bentuk pemukulan dengan rotan/tongkat PHH dan penendangan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan penganiayaan. Aksi emosional aparat tersebut oleh para praktisi hukum yang mengaku sebagai pembela kepentingan rakyat, menuduh sebagai pelanggaran hak azasi manusia (HAM).
e. Akibat dari tingkah laku sebagian aparat penegak hukum yang arogan tersebut atau akibat penyebab yang lain berkaitan dengan upaya penegakan hukum, dapat berakibat adanya tindakan balas-dendam dari masyarakat kepada aparat atau institusinya dalam bentuk pengrusakan dan atau pembakaran kantor Polisi.
f. Guna mencegah timbulnya kerusuhan dan balas membalas antara masyarakat dan petugas lapangan, dalam rangka menjaga stabilitas keamanan yang berdampak pada kegiatan perekonomian nasional maka perlu upaya-upaya internal maupun eksternal, dengan mengajukan konsep kebijakan dan strategi penanggulangan serta pembenahan internal Polisi sendiri yang diarahkan dalam rangka mewujudkan supremasi hukum dan menjaga stabilitas Kamdagri.
g. Bertolak dari penetapan judul dan uraian secara umum tersebut diatas, maka yang dijadikan permasalahan pokok adalah “ Bagaimana strategi jangka sedang pembangunan dan penggunaan kekuatan Brimob Polri? “ Dari pokok permasalahan tersebut, dapat dikemukakan persoalan-persoalan yang akan dijawab dalam pembahasan makalah, sebagai berikut :
1) Bagaimana keberadaan Brimob Polri saat ini ?
2) Bagaimana analisis ancaman jangka sedang yang mempengaruhi pelaksanaan tugas Brimob Polri ?
3) Bagaimana Brimob Polri yang diharapkan ?
4) Bagaimana strategi jangka sedang pembangunan kekuatan dan penggunaan kekuatan Brimob Polri ?
2. Maksud dan tujuan.
a. Maksud penyusunan kertas karya perorangan (Taskap) ini adalah untuk memberikan gambaran tentang strategi pembangunan dan penggunaan kekuatan Brimob Polri dalam kurun waktu jangka sedang.
b. Tujuannya adalah agar Brimob Polri mampu menampilkan jati-dirinya dengan profesionalisme yang lebih berkualitas guna menghadapi ancaman kedepan dalam jangka sedang.
3. Ruang lingkup.
Lingkup materi penulisan kertas karya perorangan ini dibatasi pada bahasan tentang strategi pembangunan dan penggunaan kekuatan Brimob Polri dalam kurun waktu jangka sedang, dalam rangka bantuan taktis operasional serta bantuan pertahanan, guna terwujudnya supremasi hukum dan stabilitas Kamdagri.
4. Metode pendekatan.
Dalam penulisan makalah ini dipergunakan metode pendekatan sebagai berikut :
a. Metode penulisan adalah deskriptis analitis yaitu menggambarkan data secara faktual yang selanjutnya dianalisis guna memecahkan permasalahan dan persoalan dalam rangka mendapatkan kesimpulan.
b. Pendekatan yang dipergunakan adalah disiplin ilmu Kepolisian dan disiplin ilmu lainnya yang berkaitan dengan pendaya-gunaan Brimob Polri (Yuridis, Historik, Sosiologis, Filosofis, dan Psikologis).
5. Tata urut.
Tata urut penulisan Taskap ini disusun dalam Bab-bab sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KEBERADAAN BRIMOB POLRI SAAT INI
BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
BAB IV KEBERADAAN BRIMOB POLRI JANGKA SEDANG
BAB V STRATEGI JANGKA SEDANG PEMBANGUNAN KEKUATAN DAN PENGGUNAAN KEKUATAN BRIMOB POLRI
BAB VI PENUTUP
6. Pengertian-pengertian.
Untuk menyamakan pemahaman tentang beberapa peristilahan yang ada didalam naskah Taskap ini, dijelaskan beberapa kutipan dan berbagai referensi sebagai berikut :
a. Brimob Polri.
1) Dalam Ensiklopedi nasional Indonesia, jilid 3, P.T. Cipta Adi Pustaka, Jakarta, 1989, halaman 475, dijelaskan bahwa Brimob Polri disingkat Brimob adalah kesatuan operasional Polri yang merupakan salah satu unsur Samapta Polri.
2) Dalam petunjuk pelaksanaan Kapolri No.Pol.: Juklak/08/V/1994 tanggal Mei 1994 tentang Pendayagunaan Brimob, dijelaskan bahwa Brimob adalah merupakan unsur bantuan taktis operasional Kepolisian yang diorganisir berdasarkan daftar susunan personel dan perlengkapan (DSPP) untuk dapat melakukan manuver dengan daya gerak dan daya tembak yang mampu melumpuhkan kejahatan terorganisir.
3) Pengertian Brimob Polri pada naskah ini adalah salah satu fungsi Polri sebagai unsur bantuan taktis operasional Kepolisian yang diberi kemampuan sesuai dengan DSPP untuk mengatasi gangguan Kamtibmas dengan intensitas tinggi, kejahatan terorganisir, terutama yang menggunakan senjata api dan bahan peledak, serta melaksanakan bantuan pertahanan.
b. Strategi.
1) Dalam buku The new lexicon webster encyclopedie dictionary of english language, Lexicon publication, tahun 1991, New York,halaman 979, dijelaskan bahwa strategiy : The use of such skill in achieving a purpose (Penggunaan ketrampilan tertentu dalam pencapaian suatu tujuan).
2) Dalam buku The cincise oxford dictionary new edition, Oxford university press, Walton street, tahun 1976, London, halaman 1138, dijelaskan bahwa strategi : Plan formed according to (Rencana yang dibentuk dan berkaitan dengan).
3) Dalam Ensiklopedi nasional Indonesia, Jilid 15, P.T. Cipta Adi Pustaka, Jakarta, 1991, halaman 259, dijelaskan bahwa Strategi adalah cara menggunakan pertempuran-pertempuran bagi upaya mencapai tujuan-tujuan perang.
4) Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I. , Balai Pustaka, Jakarta, 1999, halaman 859, adalah : Rencana yang cermat mengenai kegiatan mencapai sasaran khusus.
5) Dari pengertian-pengertian tersebut diatas, maka yang dimaksud dengan strategi dalam Taskap ini adalah cara menggunakan sumber daya yang berisi suatu rencana yang cermat yang dibentuk untuk pencapaian suatu tujuan atau sasaran khusus.
c. Jangka sedang.
1) Pengertian jangka.
a) Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, susunan WJS POERWADARMINTA, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, halaman 401, dijelaskan bahwa jangka adalah waktu yang telah ditentukan lamanya.
b) Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Departemen pendidikan dan kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta,1999, halaman 400, dijelaskan bahwa jangka adalah ukuran waktu tertentu.
2) Pengertian sedang dalam kamus umum Bahasa Indonesia, susunan WJS POERWADARMINTA, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, halaman 882, djelaskan bahwa sedang adalah pertengahan.
3) Pengertian jangka sedang sesuai dalam buku Lima GBHN, editor Dra. ARNICUN AZIZ, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, halaman 9, dijelaskan tentang jangka sedang adalah waktu lima tahun.
d. Strategi jangka sedang.
Dari pengertian strategi, jangka, dan sedang diatas, maka yang dimaksudkan dengan strategi jangka sedang dalam kertas karya perorangan ini adalah strategi yang diselesaikan dalam kurun waktu sedang (Antara waktu dua sampai dengan lima tahun).
e. Pembangunan kekuatan.
1) Pengertian pembangunan.
a) Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, susunan WJS POERWADARMINTA, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, halaman 88, djelaskan bahwa pembangunan adalah pembinaan.
b) Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Departemen pendidikan dan kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta,1999, halaman 89, dijelaskan bahwa pembangunan adalah proses, perbuatan, cara membangun.
2) Pengertian kekuatan dalam kamus umum Bahasa Indonesia, susunan WJS POERWADARMINTA, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, halaman 530, adalah tenaga atau kekuasaan.
3) Pengertian pembangunan kekuatan dalam kertas karya perorangan ini adalah pembangunan tenaga (Manusia dan sarana prasarana) untuk mendorong organisasi berusaha mencapai modernisasi, meliputi perubahan Institusi untuk mendukung usaha nasional dalam mengembangkan kemudahan.
f. Penggunaan kekuatan.
1) Pengertian penggunaan menurut kamus besar Bahasa Indonesia, Departemen pendidikan dan kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta,1999, halaman 328, adalah proses, perbuatan, cara mempergunakan sesuatu.
2) Pengertian kekuatan dalam kamus umum Bahasa Indonesia, susunan WJS POERWADARMINTA, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, halaman 530, adalah tenaga atau kekuasaan.
3) Pengertian penggunaan kekuatan dalam kertas karya perorangan ini adalah pendayagunaan tenaga/kekuatan dan kemampuan (Manusia dan sarana prasarana) kemampuan untuk mencapai tujuan tertentu, dengan cara atau metode yang telah ditetapkan.
KEBERADAAN BRIMOB POLRI SAAT INI
7. Latar belakang pemikiran.
a. Landasan Yuridis (Menurut Hukum).
1) Bahwa situasi tidak aman dapat ditimbulkan oleh adanya perbuatan melawan hukum.
2) Bahwa terhadap pelaku kejahatan harus dilakukan penyidikan secara tuntas dan menyeluruh.
3) Bahwa akar permasalahan dan pembinaan situasi paska tidak aman harus ditangani dan dilakukan secara optimal.
4) Demi terciptanya kepastian hukum dalam rangka supremasi hukum dan sekaligus dalam rangka memelihara keamanan dalam negeri, maka situasi tidak aman harus ditanggulangi secara konsepsional.
b. Landasan Sosiologis (Ilmu Masyarakat).
1) Bahwa situasi tidak aman beserta dampak yang ditimbulkan merupakan masalah bersama yang harus diatasi secara terpadu/ lintas sektoral.
2) Bahwa situasi tidak aman telah menimbulkan rasa tidak tenteram bagi masyarakat, sehingga berpengaruh terhadap tingkah laku kehidupan sehari-hari yang merugikan keamanan.
3) Bahwa guna menanggulangi situasi tidak aman tersebut diperlukan pendekatan sosiologis kepada semua pihak.
c. Landasan Anthropologis (Pengetahuan Manusia).
1) Bahwa masing-masing pihak selalu mempunyai nilai-nilai intrinsik yang dianggap luhur.
2) Nilai intrinsik tersebut diperoleh secara turun temurun dan diakui berlakunya secara universal di lingkungan masing-masing.
3) Pelanggaran atas nilai yang berlaku akan dikenakan sanksi dan dapat menimbulkan reaksi yang emosional.
d. Landasan Filosofis.
1) Bahwa perbuatan pelanggaran hukum tidak dapat diterima oleh siapapun karena bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai agama, serta bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
2) Dalam kehidupoan sehari-hari sepanjang tidak ada pemicu permasalahan, kehidupan dapat tenang dan damai dalam suasana keagamaan, kekeluargaan, dan keakraban yang harmonis.
e. Landasan Historik (Sejarah).
1) Perjalanan sejarah kehidupan di Indonesia diwarnai adanya budaya timur yang saling asah, saling asih, dan saling asuh.
2) Terjadinya situasi tidak aman disebabkan oleh adanya banyak faktor, terutama faktor pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang semakin sulit diperoleh.
f. Landasan Psikologis (Kejiwaan).
1) Situasi tidak aman telah menimbulkan dampak luas dan menimbulkan rasa takut bagi masyarakat, khususnya yang berada di wilayah rawan situasi keamanannya.
2) Akibat rasa takut tersebut, masyarakat banyak yang meninggalkan wilayahnya menuju ke tempat lain yang dinilai lebih aman.
3) Secara psikologis, ada pihak yang dikalahkan dan ada yang merasa menang/berkuasa.
8. Lintasan sejarah Brimob Polri.
a. Periode Pra Kemerdekaan.
1) Pembentukan pasukan kepolisian telah dimulai pada zaman kerajaan Majapahit oleh Mahapatih GAJAHMADA, yang bertugas menjaga keselamatan Raja dan Kerajaan.
2) Zaman pendudukan Belanda, pada tahun 1912 dibentuk Polisi Bersenjata yang diambil dari Tentara (Militer) bertujuan menjamin keamanan, ketertiban, dan ketentraman, disamping mempertahankan kekuasaan, Korps Polisi Bersenjata ini dibagi dalam Divisi, Brigade, dan Detasemen, termasuk Departemen PBB, dan diluar Batavia (Jakarta) dibentuk Corps Polisi Dienaar yang bertugas menjaga wibawa pemerintah dan membina ketertiban keamanan umum.
3) Zaman pendudukan Jepang, pada tahun 1944 dibentuk pasukan Mobile dibawah Syuchiang Butyo (Kepala Bagian Keamanan) bernama pasukan Tokubetsu Keisatsu Tai (Pasukan Polisi Istimewa) yang memiliki persenjataan lengkap dari warisan persenjataan zaman Belanda.
b. Periode Revolusi Pisik sampai dengan Orde Baru.
1) Polisi Istimewa tersebut merupakan cikal bakal Brimob Polri yang sebelumnya bernama Mobile Brigade (Mobbrig) yaitu suatu bagian dari Polri yang dibentuk secara resmi berdasarkan surat keputusan (Order) Kepala Muda Kepolisian No.Pol.: 12/78/91 tanggal 14 Nopember 1946.
Pokok tujuan pembentukan Mobbrig waktu itu adalah untuk memperoleh pasukan-pasukan kecil sebagai inti dari Kepolisian, yang kuat dan mobile, sebagai pasukan gerak cepat dan merupakan tulang punggung dari Kepolisian yang kurang kuat persenjataannya, serta merupakan kekuatan tempur samapta (Ready stricking force).
Dalam pelaksanaan tugasnya Mobbrig memberikan bantuan sekuat-kuatnya dalam usaha Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan keamanan dan ketentraman umum khususnya dan menegakkan kedaulatan negara.
Penunjukan menjadi anggota Mobbrig dipilih dari pegawai-pegawai Polisi yang berusia muda, sehat, kuat, dan belum kawin.
Susunan pasukan dibagi dalam Group (6 – 7 orang) yang dipimpin oleh AP Tk I, 3 Group menjadi satu Brigade yang dipimpin oleh Komandan Polisi, 3 Brigade menjadi satu Seksi yang dipimpin oleh Pembantu Inspektur Polisi, 2 Seksi membentuk satu Kompi yang dipimpin oleh Inspektur Polisi.
Susunan tersebut kemudian dirubah terdiri dari satu Regu 18 – 20 anggota, satu Seksi empat Regu, satu Kompi empat Seksi.
Pasukan Mobbrig tersebut diasramakan dengan maksud agar dapat digerakkan secara cepat, dan untuk menjaga disiplin, moril, dan untuk mencegah pengaruh buruk dari luar, diberi kewajiban :
a) Mengikuti latihan-latihan praktis, patroli, berbaris.
b) Mengikuti pendidikan teori tentang kepolisian.
c) Latihan menembak.
d) Olah raga.
2) Pembentukan satuan Mobbrig tersebut diakui dan direstui oleh Panglima Besar APRI Jenderal Sudirman dengan suratnya tanggal 4 Agustus 1947, demikian juga pemberian penghargaan “Nugraha Sakanti Yana Utama” dari Presiden Soekarno pada tanggal 14 Nopember 1961.
3) Perkembangan organisasi.
a) Dengan order (Skep) Kepala Kepolisian Negara (KKN) Nomor : 04 Tahun 1951 tanggal 9 Juli 1951 dan Nomor : 26/XII/52 tanggal 6 Mei 1952, Korps Brimob Polri di reorganisasi sebagai berikut :
(1) Di tingkat pusat; Kepala Bagian Inspektur Mobbrig Jawatan Kepolisian Negara.
(2) Di tingkat Propinsi; Koordinator Inspektur Mobbrig.
(3) Di tingkat Karesidenan; Mobbrig Rayon.
b) Dengan surat KKN No.Pol.: 13/MB/1959 tanggal 25 April 1959 diadakan reorganisasi sebagai berikut :
(1) Di tingkat Jawatan Kepolisian Negara; Komandan Mobbrig Pusat dengan Staf lengkap dan service elementen.
(2) Di tingkat Provinsi; Komandan Mobbrig Daerah dengan Staf lengkap dan organik tiga Batalyon senapan sebagai unsur pelaksana tugas.
(3) Di tingkat Karesidenan; adanya Kesatuan Mobbrig yang semata-mata didasarkan atas lokasi pasukan.
c) Perkembangan berikutnya Korps Brimob Polri mengikuti perkembangan organisasi Polri sebagai berikut :
(1) Di tingkat Pusat; dengan sebutan Pusat Brigade Mobil terwadahi dalam Ditsamapta Polri, yang mempunyai tugas :
(a) Menyelenggarakan fungsi pembinaan teknis kepada seluruh Satuan Brimob Polri melalui lembaga Pusdik Brimob.
(b) Melakukan operasional secara terpusat atas perintah Kapolri.
(2) Di tingkat Daerah; dengan sebutan Satbrimob Daerah terwadahi dalam Ditsamapta Polda, yang mempunyai tugas :
(a) Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan pembinaan teknis Satbrimob Polri di daerahnya.
(b) Melaksanakan tugas operasional atas perintah Kapolda.
d) Dengan keputusan Kapolri No.Pol.: Kep/10/IX/1996 tanggal 16 September 1996, diadakan reorganisasi sebagai berikut :
(1) Di tingkat pusat; dengan sebutan Korps Brimob yang langsung dibawah Kapolri, memiliki Staf lengkap dan membawahi dua Resimen.
(2) Di tingkat daerah; dengan sebutan Satbrimob Daerah, memiliki Staf lengkap dan membawahi Batalyon-Batalyon.
4) Peranan Brimob Polri dalam menghadapi keamanan dalam negeri.
a) Tahun 1945, tergabung dalam pertempuran 10 Nopember di Surabaya.
b) Tahun 1948, menumpas gerakan PKI di Madiun.
c) Tahun 1949, menumpas pemberontakan DI/TII pimpinan Karto Suwiryo di Jawa Barat.
d) Tahun 1949, tergabung dalam serangan 1 Maret di Yogyakarta yang diberi tanda janur kuning.
e) Tahun 1954-1959, mengamankan dan memadamkan pemberontakan DI/TII pimpinan Abdul Kahar Muzakar di Maluku.
f) Tahun 1956, penumpasan PRRI/Permesta di Sumatera dan Maluku.
g) Tahun 1958, penumpasan Permesta di Sulawesi.
h) Tahun 1961, penumpasan pemberontakan DI/TII di daerah Sumut dan Aceh.
i) Tahun 1961-1963, melaksanakan Operasi Trikora di Irian Barat.
j) Tahun 1962-1963, penumpasan pemberontakan di Bengkulu-Sumbar-Sumsel.
k) Tahun 1964-1965, melaksanakan Operasi Dwikora di Malaysia.
l) Tahun 1965-1966, penumpasan G30S/PKI.
m) Tahun 1975-1997, melaksanakan operasi Seroja Timor-Timur.
n) Tahun 1994, melaksanakan Operasi pengamanan pemulangan pengungsi Vietnam di Pulau Galang.
c. Periode Reformasi.
Sejalan dengan tekad bangsa Indonesia untuk melaksanakan reformasi, berdasarkan Instruksi Presiden R.I. Nomor 2 Tahun 1999 tanggal 1 April 1999 sebagai tindak lanjut ketetapan MPR RI Nomor : X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok reformasi pembangunan dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan sebagai Haluan Negara, Brimob Polri sebagai bagian aparat penegak hukum, pengayom, pelindung, dan pembimbing masyarakat, menganut paradigma baru menjunjung tinggi supremasi hukum, moral dan etika, demokratisasi, HAM, transparansi, dan keadilan.
Dengan semakin meningkatnya situasi keamanan menjadi tidak kondusif, dimana tuntutan masyarakat terhadap penegakan hukum dan terjadinya konflik etnis maupun agama yang terjadi di beberapa bagian wilayah hukum NKRI (Banyuwangi, Kupang, Kerawang, Sumbar, Kalbar, Kalteng, Ambon, Aceh), Brimob Polri di- reorganisasi kembali dengan keputusan Kapolri No.Pol.: Kep/9/V/2001 tanggal 25 Mei 2001 sebagai berikut :
1) Di tingkat pusat; dengan sebutan Korps Brimob yang terwadahi dalam Deops Polri, memiliki Staf yang lengkap dan membawahi lima Resimen.
2) Di Tingkat daerah; dengan sebutan Satbrimob Daerah yang langsung berada dibawah Kapolda, memiliki Staf lengkap dan membawahi Batalyon-Batalyon.
Pada era reformasi banyak diwarnai adanya peristiwa/kejadian unjuk rasa yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu baik masyarakat maupun mahasiswa, antara lain sebagai berikut :
1) Peristiwa 12 Mei 1998 di Kampus Universitas Trisakti Jakarta.
2) Peristiwa 13-15 Mei 1998, merupakan aksi massa di Jakarta dan sekitarnya, Solo dan Yogyakarta.
3) Peristiwa Semanggi 13 Nopember 1998.
4) Pengamanan kasus-kasus kerusuhan antar etnis dan agama, yang masih berlangsung hingga kini :
a) Kerusuhan di Kalbar.
b) Kerusuhan di Kalteng.
c) Kerusuhan di Maluku.
d) Kerusuhan di Poso – Sulteng.
5) Penanggulangan kasus-kasus separatis, yang masih terus berlangsung hingga kini :
a) Separatis di Aceh.
b) Separatis di Irian Jaya.
9. Keberadaan Brimob Polri.
Paradigma Polri pada era reformasi telah sesuai dengan tuntutan aspirasi masyarakat yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM, moral dan demokratisasi, transparansi, serta keadilan, namun kondisi nyata masih diwarnai dengan indikasi sebagai berikut :
a. Profesionalisme Brimob Polri.
1) Aspek Struktural (Organisasi).
Dari aspek struktural masih terlihat adanya hal-hal :
a) Organisasi yang terkesan masih bernuansa militeristik.
b) Kualitas intelektual Bintara (Brigadir) dan Tamtama (Bhayangkara/Ajun Brigadir) yang dinilai masih lebih rendah daripada masyarakat yang dilayani.
c) Metode kerja masih seragam yang kurang memenuhi kebutuhan khas masyarakat setempat/lokal.
d) Orientasi kerja yang masih berdasarkan perintah Atasan, bukan karena kebutuhan masyarakat.
e) Kurang mandirinya lembaga penegakan hukum akibat adanya intervensi lembaga eksternal terutama diluar sistem peradilan pidana.
2) Aspek Instrumental (Fungsi, otonomi kewenangan, dan kompetensi).
a) Masih adanya resistensi pemahaman doktrin ABRI “Catur Dharma Eka Karma” yang masih melekat pada sebagian anggota Polri, yang sudah tidak sesuai lagi dengan kemandirian Polri.
b) Peran Polri yang kurang tegas dan masih tumpang tindihnya kewenangan khususnya dalam bidang penegakan hukum.
c) Masih adanya kemampuan fungsi yang belum berorientasi pada penguasaan kemampuan khusus/spesifik.
d) Standarisasi dan persyaratan Iptek belum terumuskan secara tegas agar sesuai dengan profesionalisme fungsi.
3) Aspek Kultural (Jatidiri sikap dan perilaku/budaya Kepolisian).
Dari aspek kultural dilihat masih mencerminkan adanya sikap paradigma lama, seperti :
a) Sebagai alat penguasa.
b) Budaya pelayanan masih kaku dan terkesan mencari-cari peluang untuk kepentingan pribadi.
c) Masih nampak adanya diskriminasi atas perlakuan terhadap masyarakat yang harus dilayani.
d) Masih nampak adanya gaya militeristik dalam melayani masyarakat (Kurang luwes, kaku, patah-patah).
e) Masih adanya pepatah usang “Jasa tak terhimpun dan dosa tak terampun”.
b. Kondisi Brimob Polri.
Kondisi Brimob Polri saat ini dapat dijelaskan seperti berikut :
1) Jumlah personel.
Kekuatan sesuai dengan DSP adalah 133.808 orang sedangkan kekuatan Riel baru 31.744 orang (23,7 %) atau masih kurang 102.068 orang (76,3 %), yang terinci sebagai berikut :
a) Korps Brimob Polri berjumlah 7.303 orang terdiri dari :
(1) Staf Mako Korps Brimob Polri : 555 orang.
(2) Resimen I – V : 6.748 orang.
b) Satuan Brimob Polda berjumlah 24.079 orang terdiri dari :
(1) Satbrimob type A (9 Polda) : 11.850 orang.
(2) Satbrimob type B (17 Polda) : 12.229 orang.
c) Pusdik Brimob berjumlah 362 orang.
2) Keadaan materiel.
Standarisasi materiel Brimob Polri belum ada sehingga mempengaruhi kemampuan dan penggunaan kekuatan. Materiel yang ada dapat dilihat dari data sebagai berikut :
a) Alat utama :
(1) Senjata api sesuai dengan standard yang baru :
(a) Senjata api genggam (Pistol/Revolver) :
(1)) DSP : 29.865 pucuk.
(2)) Riel : 11.763 pucuk (39,4 %).
(3)) Kurang : 18.102 pucuk (60,6 %).
(b) Senjata api bahu :
(1)) DSP : 43.483 pucuk.
(2)) Riel : 29.537 pucuk (68,0 %).
(3)) Kurang : 13.946 pucuk (32,0 %).
(2) Kendaraan bermotor :
(a) Kendaraan bermotor roda – 2 (Sepeda motor) :
(1)) DSP : 8.402 buah.
(2)) Riel : 2.198 buah (26,2 %).
(3)) Kurang : 6.204 buah (73,8 %).
(b) Kendaraan bermotor Sedan :
(1)) DSP : 40 buah.
(2)) Riel : 12 buah (30,0 %).
(3)) Kurang : 28 buah (70,0 %).
(c) Kendaraan bermotor Jeep :
(1)) DSP : 1.468 buah.
(2)) Riel : 396 buah (27,0 %).
(3)) Kurang : 1.072 buah (73,0 %).
(d) Kendaraan bermotor Bus :
(1)) DSP : 664 buah.
(2)) Riel : 65 buah ( 9,8 %).
(3)) Kurang : 599 buah (90,2 %).
(e) Kendaraan bermotor Truk :
(1)) DSP : 2.609 buah.
(2)) Riel : 980 buah (37,6 %).
(3)) Kurang : 1.629 buah (62,4 %).
(3) Komlek :
(a) Radio punggung :
(1)) DSP : 2.530 unit.
(2)) Riel : 266 unit (10,5 %).
(3)) Kurang : 2.264 unit (89,5 %).
(b) Radio tangan (Handy talky) :
(1)) DSP : 6.344 unit.
(2)) Riel : 1.595 unit (25,1 %) .
(3)) Kurang : 4.749 unit (74,9 %).
b) Alat khusus :
(1) Alsus PHH (Alat bantu fungsi Hartibum) :
(a) Perlengkapan perorangan :
(1)) DSP : 41.928 unit.
(2)) Riel : 198.124 unit.
(3)) Lebih : 156.196 unit.
(b) AWC (Armomed Water Canon) :
(1)) DSP : 441 unit.
(2)) Riel : 16 unit ( 3,6 %).
(3)) Kurang : 425 unit (96,4 %).
(c) ATG (Armomed Tear Gas) :
(1)) DSP : 441 unit.
(2)) Riel : 2 unit ( 0,5 %).
(3)) Kurang : 439 unit (99,5 %).
(2) Alsus Jihandak (Alat bantu fungsi Gakkum) :
(a) DSP : 122 unit.
(b) Riel : 6 unit ( 4,9 %).
(c) Kurang : 116 unit (95,1 %).
(3) Alsus Wanteror (Alat bantu fungsi Gakkum) :
(a) DSP : 34 unit.
(b) Riel : – unit ( 0,0 %).
(c) Kurang : 34 unit (100,0 %).
(4) Alsus Resintelmob (Alat bantu fungsi Gakkum) :
(a) DSP : 752 unit.
(b) Riel : – unit ( 0,0 %).
(c) Kurang : 752 unit (100,0 %).
(5) Alsus SAR (Alat bantu fungsi Gakkum dan Pam) :
(a) DSP : 164 unit.
(b) Riel : 3.637 unit.
(c) Lebih : 3.473 unit.
(6) Alsus Banhan (Alat bantu fungsi Hanneg), termasuk didalamnya adalah APC (Armomed Personel Carrier), Senapan mesin ringan, Mortir 60 atau 80, PGI (Pelontar Granat Infantry), Granat tangan, tidak diprogramkan.
c) Perlengkapan perorangan (Kaporlap) rutin, pada dua tahun terakhir ini tidak menerima karena diberikan kepada personel yang bertugas ke daerah konflik/krisis.
d) Pangkalan masih merupakan masalah karena baru dapat tersedia 40 % dari jumlah riel personel.
e) Sarana dan prasarana pendukung tugas, pada umumnya masih memprihatinkan bahkan masih ada yang terpaksa menggunakan rumah dinas untuk kantor.
3) Anggaran.
a) Sebagai gambaran nyata tentang dukungan anggaran yang disalurkan ke Korps Brimob Polri pada Tahun 2001 sebesar Rp 72.336.170.000,–
b) Untuk dukungan anggaran Satbrimob Polda, disalurkan melalui Polda masing-masing.
c) Untuk dukungan anggaran Pusdik Brimob, disalurkan melalui Dediklat Polri.
4) Sistem dan metoda.
a) Sistem yang masih diterapkan dewasa ini adalah sebagai berikut :
(1) Bahwa nilai-nilai kepribadian masih menggunakan doktrin ABRI Cadek yang masih nampak gaya militeristiknya.
(2) Sistem rekruitmen masih belum mengacu pada kepentingan profesi sebagai aparat penegak hukum.
(3) Pemberdayaan kesatuan Brimob Polri dalam rangka back up wilayah kepolisian masih sering terlambat karena birokrasi yang belum luwes.
(4) Masih adanya tumpang tindih pemberdayaan kesatuan Brimob Polri dengan fungsi Polri lainnya terutama fungsi Sabhara/Perintis dalam menangani kerusuhan.
(5) Pengguna kekuatan Brimob Polri yang belum tegas sehingga menimbulkan permasalahan yang kurang proporsional.
b) Metoda yang diterapkan dalam pelaksanaan tugas masih berorientasi kepada :
(1) Penugasan masih mengacu pada ikatan Regu (Gaya militer) belum mengacu pada gaya penugasan kepolisian yang memiliki kewenangan khusus (Diskresi) secara Body system (Minimal dua orang).
(2) Khusus dalam penanganan masalah kerusuhan, tetap dituntut dalam ikatan besar, meskipun rawan terhadap pelanggaran HAM.
5) Struktur Kemampuan Brimob Polri.
Berdasarkan keputusan Kapolri No.Pol.: Kep/10/IX/1996 tanggal 16 September 1996 tentang Validasi Korps Brimob Polri, dijelaskan bahwa kemampuan Brimob Polri meliputi :
a) Kemampuan dasar :
(1) Penindakan gangguan Kamtibmas.
(2) Penyelamatan masyarakat.
b) Kemampuan teknis :
(1) Penindakan Huru-hara.
(2) Reserse dan Intelijen.
(3) Penjinakan bahan peledak.
(4) Search and Resque.
(5) Lawan teror.
(6) Bantuan Pertahanan.
c) Kemampuan dukungan :
(1) K3I.
(2) Penelitian dan pengembangan.
(3) Pendidikan dan latihan.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
10. Faktor lingkungan.
a. Eksternal.
1) Pengaruh globalisasi.
Sejak terjadinya krisis di bidang ekonomi yang berpengaruh terhadap krisis di bidang lainnya, Polri dituntut untuk menyesuaikan dengan tuntutan lingkungan dengan mereformasi diri guna meningkatkan dan menumbuh kembangkan kredibilitas, peran dan fungsi Polri sehingga benar-benar mampu mandiri dan lebih profesional.
Dalam buku Polisi Demokrasi vs Anarkhi oleh Drs CHAERUDDIN ISMAIL halaman 93 – 94, dijelaskan bahwa untuk dapat lebih profesional, maka harus :
a) Menggunakan teori ilmu pengetahuan untuk pekerjaannya.
b) Keahlian yang didasarkan pada pelatihan atau pendidikan berjangka panjang.
c) Pelayanan yang terbaik bagi pelanggannya.
d) Memiliki otonomi dan cara mengontrol perilaku anggota profesi.
e) Mengembangkan kelompok profesinya melalui asosiasi seperti “The international chief of police association” yang cukup terkenal di manca negara.
f) Memiliki kode etik sebagai pedoman melakukan profesinya.
g) Memilih profesinya sebagai pengabdian berdasarkan panggilan jiwanya.
h) Memiliki kebanggaan terhadap profesinya, dan bertanggung jawab penuh atas monopoli keahlian profesi.
2) Pengaruh lingkungan strategis.
Dengan adanya banyak tuntutan dan perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang menyangkut aspek Astagatra, tantangan yang dihadapi oleh Polri adalah pesatnya kemajuan Ilpengtek, yang antara lain ditandai oleh :
a) Munculnya kejahatan berdimensi baru yang beragam dan kompleks.
b) Tuntutan adanya kemandirian struktur Polri.
c) Polri yang diharapkan sebagai pengawal dan penopang supremasi hukum demi terwujudnya masyarakat yang demokratis.
3) Di bidang politik dan hukum :
a) Masalah Hukum/perundang-undangan.
(1) Masih tumpang-tindihnya substansi dan materi hukum bahkan ada aturan yang statusnya dibawah mengalahkan aturan yang lebih tinggi.
(2) Masih adanya produk hukum dari zaman Belanda.
(3) Belum lengkapnya aturan yang mampu menyelesaikan semua masalah yang berkembang.
b) Masyarakat sebagai obyek/subyek hukum.
(1) Kemajemukan masyarakat, baik dari sisi adat, hukum, maupun tingkat pengetahuan dan penguasaan hukum, berpengaruh terhadap sikap perilaku dalam hukum.
(2) Kondisi sosial ekonomi yang lemah dan memprihatinkan terlebih dalam situasi krisis multi dimensional yang masih berlanjut.
(3) Lemahnya pengendali/kontrol sosial oleh masyarakat karena tidak dibangun/dibina secara konsisten, sehingga tidak terkendali dan dapat menimbulkan anarkhi dalam bentuk pelanggaran hukum dan bahkan main hakim sendiri.
c) Political will Pemerintah.
(1) Masih terkesan akibat dari kondisi lama yaitu aparat penegak hukum sering digunakan untuk kepentingan politik tertentu sebagai alat penguasa.
(2) Dukungan pemerintah terhadap pelaksanaan tugas CJS dalam pemenuhan tuntutan sarana prasarana dan kesejahteraan yang belum memadai.
(3) Mekanisme penegakan hukum dalam lingkungan CJS yang masih perlu penataan kembali.
b. Internal.
1) Jumlah/kekuatan personel Brimob Polri sampai akhir tahun 2001 sebesar 31.740 orang (23,7 %) dari kekuatan yang diperlukan 133.808 orang, disamping kualitas sumberdaya manusia Brimob Polri yang masih belum mampu sepenuhnya mengatasi permasalahan dalam masyarakat yang berkembang sangat cepat.
2) Dukungan anggaran masih terbatas pada kegiatan rutin saja, sedangkan dukungan anggaran untuk kegiatan operasional masih terpusat, sehingga hal ini menghambat mobilitas kehadiran Brimob Polri yang seharusnya dilaksanakan secara cepat.
3) Materiel dan fasilitas yang dimiliki guna mendukung pelaksanaan tugas belum dapat memenuhi standard yang diperlukan, kalaupun ada masih belum berorientasi kepada kepentingan ancaman yang dihadapi dalam masyarakat.
4) Sarana prasarana untuk mendukung kegiatan operasional, baik taktis maupun teknis yang masih kecil (Secara keseluruhan baru 21,5 %) dari kebutuhan, sehingga berpengaruh terhadap keberhasilan maksimum dalam memenuhi tuntutan masyarakat.
5) Sistem dan metoda yang diterapkan masih diwarnai oleh nuansa pra reformasi, sehingga berdampak pada sikap perilaku serta kinerja Brimob Polri.
11. Ancaman jangka sedang.
Dampak krisis yang dimulai tahun 1998 diperkirakan masih akan berlangsung sampai sepuluh tahun kedepan, yang apabila tidak diantisipasi secara dini dapat menjadi ancaman dalam negeri dalam bentuk sebagai berikut :
a. Ancaman secara umum.
1) Masih diwarnai adanya pertentangan para elite politik, berupa:
a) Silang pendapat yang berdampak pada ketidak mampuan di bidang pollitik dan ekonomi, yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok tertentu menjadi krisis.
b) Ketidak mampuan di bidang politik dan ekonomi diatas dapat berdampak terhadap kondisi ketidak pastian di bidang hukum, yang lebih lanjut juga berpengaruh terhadap penegakan hukum.
c) Kondisi ketidak mampuan diatas berdampak terhadap krisis persatuan/kesatuan nusantara (Wawasan nusantara) yang terus akan bergulir, disamping masalah lama belum dapat diselesaikan (Khususnya masalah Aceh dan Irian Jaya).
d) Dampak kebijakan pemerintahan Gus Dur yang dinilai membabi buta, tetap berpengaruh terhadap penegakan hukum yang diwarnai adanya ancaman/teror pisik maupun jiwa.
2) Di bidang legislasi, masih adanya aturan perundang-undangan yang tumpang tindih, terutama peraturan tentang Otonomi Daerah (Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 khususnya Pasal 4) dengan peraturan tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 khususnya Pasal 17 ayat 1) dan peraturan tentang Kewenangan Daerah (Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 khusunya Pasal 3 ayat 1), dapat menimbulkan permasalahan di tingkat kewilayahan. Hal ini berkaitan dengan kebijakan Kapolri di bidang operasional yang bertumpu pada kekuatan kewilayahan, sehingga perlu antisipasi :
a) Adanya Kabupaten yang tidak mau mengikuti arahan, kebijaksanaan atau perintah dari Propinsi.
b) Adanya perebutan daerah penghasil devisa dalam rangka upaya meningkatkan APBD-nya.
c) Dapat terjadinya peraturan daerah (Perda) yang tumpang tindih atas jenis komuditi/devisa tertentu.
d) Dapat menimbulkan arogansi kedaerahan yang berakibat kekerasan bahkan separatisme.
b. Ancaman secara khusus.
Permasalahan yang tidak tuntas atau diambangkan penyelesaiannya dapat menjadi ancaman yang destruktif :
1) Pelampiasan akibat rasa tidak senang atau tidak puas, emosional terhadap masalah yang meresahkan masyarakat, dapat berupa :
a) Kerusuhan massa.
b) Tindakan main hakim sendiri.
c) Tindakan anarkhi.
2) Kesenjangan sosial yang semakin lebar akibat dari krisis ekonomi, membawa akibat terjadinya :
a) Bertambahnya pengangguran akibat dari PHK, berupa maraknya Gepeng dan tidak menutup kemungkinan menjamurnya prostitusi serta pelanggaran hukum lainnya.
b) Mudah diprovokasi dengan janji imbalan kehidupan, untuk melakukan tindakan melawan hukum dan bahkan menjurus kearah anarkhis, berupa :
(1) Penjarahan/pengrusakan sumber daya alam dan tempat usaha.
(2) Pengambil alihan hak orang lain secara paksa untuk dimiliki secara pribadi.
(3) Kelompok-kelompok yang disebut Preman, dapat berakibat terjadinya bentrokan pisik yang merugikan pihak lain.
c) Perdagangan obat-obat terlarang oleh kelompok tertentu, disamping untuk kepentingan kehidupan juga merusak generasi.
KEBERADAAN RIMOB POLRI JANGKA SEDANG
12. Aspek pembangunan kekuatan.
Dalam rangka menghadapi dunia tanpa batas pada era kedepan, maka diperlukan Brimob Polri yang profesional sehingga mampu menanggulangi ancaman kedepan, dengan memperhatikan tiga aspek sebagai berikut :
a. Aspek Struktural (Organisasi).
Kebijakan Kapolri tanggal 1 Desember 2001 menjelaskan adanya struktur Polri yang hemat dan fungsi yang luas, memberi peluang untuk mengembangkan kerjasama secara langsung dan tetap dalam koridor yang ditetapkan.
1) Dari segi kelembagaan sebagai salah satu fungsi dari institusi Polri, berdasarkan Keppres Nomor 89 Tahun 2000 dijelaskan bahwa Polri adalah suatu badan penyelenggara fungsi kepolisian yang bersifat otonom dan mandiri, merupakan perangkat lembaga pemerintah non departemen yang langsung dibawah Presiden, artinya Brimob Polri dalam melaksanakan tugas pokok, fungsi dan peranannya, mengacu pada hirarkhi organisasi Polri.
2) Dari segi susunan dan kedudukan dengan melandasi kelembagaan diatas, Brimob Polri memiliki peluang untuk lebih meningkatkan kinerjanya dalam rangka memberikan bantuan kewilayahan, maka keberadaan Brimob Polri seyogyanya didisposisikan pada wilayah KOD terutama yang memiliki tingkat ancaman tertentu, sesuai dengan prinsip-prinsip :
a) Polri yang menganut integrated system sebagai Polisi nasional dengan pendekatan organisasi secara bottom up dengan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang luas kepada satuan kewilayahan.
b) Pembagian wilayah kesatuan kepolisian disusun menyesuaikan pembagian wilayah pemerintah daerah.
c) Organisasi Polri yang disusun tanpa birokrasi yang panjang (Hemat struktur kaya fungsi) guna menjamin pengambilan keputusan yang cepat dan tepat.
b. Aspek Instrumental (Piranti/Alat).
Dari aspek instrumental diharapkan adanya perwujudan perubahan di bidang filosofi, doktrin, kode etik, kompetensi, dan kemampuannya, dengan paradigma Brimob yang profesional, dicintai rakyat, dan dekat dengan rakyat.
1) Secara filosofis nilai-nilai kepolisian terkandung dalam falsafah negara Pancasila dan pedoman hidup Tri Brata sebagai abdi utama, sebagai warga negara teladan, dan kewajiban menjaga ketertiban pribadi rakyat, yang hendak diwujudkan melalui :
a) Visi Brimob Polri adalah visi Polri, dengan unsur-unsurnya :
(1) Mampu menjadi pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.
(2) Selalu dekat dan bersama-sama dengan masyarakat.
(3) Sebagai aparat penegak hukum yang profesional dan proporsional, menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM.
(4) Memelihara Kamtibmas serta mewujudkan Kamdagri.
b) Misi Brimob Polri adalah misi Polri, yaitu sebagai berikut :
(1) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, baik pisik maupun psikis.
(2) Membantu fungsi Polri lainnya dalam hal meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap hukum.
(3) Menegakkan hukum dalam rangka mewujudkan supremasi hukum dan HAM, guna memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan.
(4) Menjaga integritas wilayah hukum NKRI dengan memelihara Kamtibmas.
(5) Mempertahankan soliditas kesatuan Brimob Polri :
(a) Menyamakan visi dan misi Brimob Polri.
(b) Menolak pengaruh eksternal yang merugikan Brimob Polri.
2) Doktrin Polri “Tata Tentrem Kerta Raharja” sebagai nafas seluruh anggota Polri, memuat aspek :
a) Pandangan kedalam, yang berisi tentang penyusunan kemampuan dan pembangunan kekuatan yang sesuai dengan tuntutan tugas.
b) Pandangan keluar, yang memuat tentang operasional Polri yang mengidentifikasikan bentuk-bentuk tugas, pengembangan sistem dan metoda, taktik dan teknik, serta pandangan tentang lingkungannya.
3) Kewenangan Brimob Polri adalah kewenangan Polri seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, yang diharapkan dapat membawa dampak :
a) Status dan kedudukan Polri yang otonom setara dengan aparat CJS lainnya.
b) Mencegah adanya intervensi kekuasaan terhadap penegakan hukum.
c) Penegasan peran dan kewenangan Polri dalam proses penegakan hukum dan pembinaan/pemeliharaan Kamdagri.
d) Adanya peraturan pelaksanaan Undang-undang tentang Polri yang mengatur tentang Polri sebagai lembaga non departemen dibawah Presiden dan terpisah dengan TNI.
4) Kode etik Brimob Polri adalah kode etik Polri, yang berisikan nilai ideal tentang Polri yang bersumber dari falsafah negara Pancasila, pedoman hidup Tri Brata, dan pedoman kerja Catur Prasatya, berupa jatidiri Polri sebagai Abdi Sejati Nusa dan Bangsa (Insan Rastra Sewa Kottama), yang harus berbakti kepada negara dan masyarakat,
berdarma sebagai warga negara teladan dari negara (Insan Nagara Yanottama), dan waspada sesuai dengan hati nurani masyarakat dalam mendorong terselenggaranya kesadaran dan kepatuhan hukum (Insan Yana Anuca Canadharma), dengan prinsip-prinsip :
a) Pemuliaan profesi kepolisian.
b) Batas-batas tugas dan kekuasaan kepolisian.
c) Hubungan dengan masyarakat.
d) Penggunaan upaya paksa.
e) Pengumpulan barang bukti dan informasi.
f) Perawatan peralatan kepolisian.
g) Pelaksanaan pengawasan, pemeriksaan, dan penjatuhan sanksi moral terhadap pelanggaran kode etik profesi kepolisian oleh Komisi kode etik Polri.
5) Kompetensi Brimob Polri adalah kompetensi Polri yang berkaitan erat dengan kewenangan Polri dan kewenangan instansi lain terkait, yang harus dikembangkan dengan kerjasama yang saling mendukung melalui penerapan azas partisipasi dan subsidiaritas.
6) Kemampuan fungsi Brimob Polri.
(1) Diarahkan kepada penguasaan kemampuan spesifik, sesuai dengan bentuk tuntutan masyarakat yang beraneka ragam dan khusus.
(2) Kemampuan Brimob Polri sesuai dengan bentuk tugas aktual dan jenis ancaman yang akan dihadapi serta harapan masyarakat, dilaksanakan melalui :
(a) Pelatihan rutin di kesatuan.
(b) Perubahan materi bahan pelajaran di Lemdik Polri khususnya di Pusdik Brimob.
7) Ilmu pengetahuan dan teknologi harus berorientasi pada visi dan misi serta tujuan diatas, yang perlu dirumuskan agar sesuai dengan persyaratan profesionalisme serta obyektifitas pelaksanaan tugas, dengan memperhatian azas manfaat dan mobilitas.
c. Aspek Kultural (Kebudayaan).
Aspek kultural harus dapat menggambarkan budaya kepolisian yang dapat diterima oleh masyarakat, yang terwujud dalam pujian tanpa celaan dan perasaan puas masyarakat, sebagai berikut :
1) Terwujudnya budaya kerja, budaya bersih, dan budaya tertib, di segenap jajaran Polri.
2) Hilangnya budaya negatif seperti KKN dan persaingan tidak sehat, untuk kepentingan pribadi dan merugikan organisasi.
3) Terwujudnya tradisi kesatuan yang dapat menimbulkan gelora semangat juang, produktivitas, profesionalisme, proaktif, progresif, proporsional dan prosedural, serta adanya komitmen, konsisten, dan koneksen, baik perorangan maupun kesatuan.
4) Terwujudnya perubahan manajemen sumber daya :
a) Pembinaan personel, yang meliputi rekruitmen dan sistem pendidikan Polri,
b) Pembinaan materiel, fasilitas, dan jasa,
c) Sistem penganggaran.
5) Terwujudnya perubahan manajemen operasional, yang meliputi :
a) Sistem operasional Polri,
b) Sistem dukungan operasional Polri.
6) Diwujudkannya suatu model pengawasan kepolisian oleh masyarakat terhadap kinerja Polri, guna menghindarkan penyalah-gunaan kekuasaan oleh Polri.
13. Aspek penggunaan kekuatan.
Mengacu pada pengaruh lingkungan dan hakekat ancaman kedepan, maka profesionalisme Brimob Polri haruslah disesuaikan agar mampu mengantisipasi dan menanggulangi setiap ancaman yang terjadi.
a. Struktur kemampuan dan strata kemampuan Brimob Polri.
Berdasarkan keputusan Kapolri No.Pol.: Kep/9/V/2001 tanggal 25 Mei 2001 tentang Validasi organisasi dan tata-kerja satuan-satuan organisasi pada tingkat Mabes Polri, strata dan struktur kemampuan teknis profesionalisme Brimob Polri disusun sebagai berikut :
1) Struktur kemampuan teknis profesionalisme Brimob Polri:
a) Kemampuan dasar.
(1) Dasar kepolisian.
(2) Penindakan Huru-hara (PHH).
(3) Reserse mobil (Resmob).
(4) Lawan teror (Wanteror) dan Jihandak.
(5) Search and Resque (SAR).
(6) Penjinak Bahan peledak (Jihandak).
(7) Bantuan Pertahanan (Banhan).
b) Kemampuan khusus.
(1) Intelijen lapangan.
(2) Gerilya lawan gerilya (GLG) / Lawan Insurjensi.
(3) Operator Jihandak.
(4) Penindakan Teror.
c) Kemampuan dukungan.
(1) Dukungan operasional Brimob.
(a) Bantuan taktis.
(b) Bantuan Administrasi.
(c) Penelitian dan pengembangan.
(d) K3I.
(e) Latihan.
(2) Dukungan fungsi teknis kepolisian.
(a) Patroli daerah rawan.
(b) Pelatihan.
(c) Pengamanan VVIP.
(d) Pengamanan perbatasan.
(e) Eksekusi.
2) Strata kemampuan (Kualifikasi) Brimob.
a) Brimob Dasar, meliputi struktur kemampuan teknis :
(1) Dasar kepolisian.
(2) PHH.
(3) Resmob.
(4) Jihandak.
(5) Wanteror.
(6) SAR.
(7) Bantuan pertahanan.
b) Pelopor, meliputi struktur kemampuan teknis :
(1) Brimob Dasar.
(2) Gerilya lawan gerilya / Lawan insurjensi.
c) Gegana, meliputi struktur kemampuan teknis :
(1) Pelopor.
(2) Intelijen lapangan.
(3) Operator Jihandak.
(4) Penindakan Teror.
d) Instruktur, meliputi struktur kemampuan teknis :
(1) Gegana.
(2) Pengajaran dan latihan.
(3) Pengembangan kemampuan.
b. Susunan kekuatan Brimob Polri.
Berdasarkan keputusan Kapolri No.Pol.: Kep/9/V/2001 tanggal 25 Mei 2001 tentang Validasi organisasi dan tata-kerja satuan-satuan organisasi pada tingkat Mabes Polri dan dalam rangka memudahkan penggunaan kesatuan Brimob Polri, kekuatan disusun secara berjenjang dari daerah sampai pusat, sebagai berikut :
1) Pada tingkat daerah (Satbrimob Polda), susunan kekuatan dengan kualifikasi Brimob Dasar.
2) Pada tingkat pusat (Korps Brimob Polri), susunan kekuatan sesuai dengan strata kemampuan :
a) Resimen – I, II, III, dengan kualifikasi Pelopor.
b) Resimen – IV, dengan kualifikasi Gegana.
c) Resimen – V, dengan kualifikasi Instruktur.
b. Gelar kekuatan Brimob Polri yang dikembangkan.
Dalam rangka menghadapi ancaman yang berbeda spektrumnya dan dengan pertimbangan jarak tempuh, dislokasi kesatuan Brimob Polri ditata sebagai berikut :
1) Korps Brimob Polri, dipimpin oleh Dankor Brimob berpangkat Pati bintang dua.
a) Berkedudukan di Ibukota Negara Jakarta.
b) Merupakan kesatuan pemukul strategis Polri tingkat pusat dibawah kendali Deops Kapolri.
c) Bertanggung jawab atas pembinaan teknis profesional dan penggunaan kekuatan Brimob seluruh Indonesia.
d) Kekuatan Strategis terdiri dari :
(1) Unsur Staf Korbrimob, di Kelapadua.
(2) Tiga Resimen Pelopor, dengan pengembangan kualifikasi “Pemburu”, berkedudukan di :
(a) Satu Resimen Pelopor di Kedunghalang – Bogor.
(b) Satu Resimen Pelopor di Medan.
(c) Satu Resimen Pelopor di Makassar.
(3) Satu Resimen Gegana, di Kelapadua.
(4) Satu Resimen Instruktur (Berkedudukan satu atap dengan Pusdik Brimob di Watukosek – Jawa Timur).
(5) Satu Pusdik Brimob (Berkedudukan di Watukosek Jawa Timur).
2) Satuan Brimob Daerah, dipimpin oleh Dansat Brimob berpangkat Kombespol.
a) Berkedudukan di Ibukota Propinsi.
b) Merupakan kesatuan pemukul taktis Polri tingkat daerah dibawah kendali Dankorbrimob Polri, yang penggunaan sehari-hari oleh Kapolda masing-masing.
c) Bertanggung jawab atas pembinaan teknis profesional Brimob, didaerahnya.
d) Kekuatan Taktis terdiri dari :
(1) Unsur Staf Satbrimob Daerah.
(2) Batalyon-Batalyon Brimob yang ada didaerahnya.
e) Pada tiap-tiap Satuan Brimob Polda, dikembangkan dengan penambahan/pembentukan satu Subden Gegana yang memiliki kualifikasi :
(1) Dasar Brimob.
(2) Gerilya lawan gerilya.
(3) Intelijen lapangan.
(4) Operator Jihandak.
(5) Penindakan Teror.
STRATEGI JANGKA SEDANG PEMBANGUNAN KEKUATAN
DAN PENGGUNAAN KEKUATAN BRIMOB POLRI
14. Kebijakan.
a. Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas Tahun 2000 – 2004 Bab XI butir B Arah kebijakan pembangunan Polri adalah :
1) Mengembangkan kemampuan Sishankamrata yang bertumpu pada kekuatan rakyat dengan Polri sebagai kekuatan utamanya (Disamping TNI) didukung komponen lainnya dengan meningkatkan kesadaran bela negara melalui wajib latih dan membangun kondisi juang serta mewujudkan kebersamaan TNI, Polri, dan rakyat.
2) Menuntaskan upaya memandirikan Polri dalam rangka pemisahan dari TNI secara bertahap dan berlanjut dengan meningkatkan keprofesionalannya sebagai alat negara penegak hukum, pengayom dan pelindung masyarakat, selaras dengan perluasan otonomi daerah.
b. Mengacu pada kebijakan Kapolri, maka kebijakan Brimob Polri adalah meningkatkan sumber daya manusia Polri yang diarahkan untuk memiliki tingkat profesionalisme sesuai dengan jatidiri agar mampu melaksanakan tugas secara baik dengan dukungan masyarakat, yang bertumpu pada aspek instrumental, aspek struktural, dan aspek kultural.
15. Strategi.
a. Mengacu strategi yang dicanangkan Kapolri pada tanggal 1 Desember 2001, maka strategi Brimob Polri menghadapi ancaman jangka sedang adalah sebagai berikut :
1) Strategi di bidang pembangunan kekuatan :
a) Pemberian kewenangan kepada Satbrimob Polda untuk mampu mengatasi ancaman yang meresahkan masyarakat, sedangkan kewenangan yang berskala nasional menjadi porsi Korbrimob Polri.
b) Penggelaran kekuatan didasarkan pada hakekat ancaman pada masing-masing wilayah kepolisian.
c) Pembangunan kekuatan disesuaikan dengan tantangan tugas berintensitas tinggi dan bantuan operasi pertahanan negara.
2) Strategi di bidang penggunaan kekuatan.
a) Membantu fungsi-fungsi Polri dalam rangka menanggulangi kejahatan intensitas tinggi terutama yang menggunakan senjata api / bahan peledak.
b) Menanggulangi unjukrasa anarkhis dengan tindakan tegas dan terukur sesuai prosedur.
c) Meningkatkan kemampuan intelijen dalam rangka cegah dini terhadap ancaman intensitas tinggi.
d) Penanganan daerah konflik yang dilakukan oleh separatis, secara tegas dan keras guna tegaknya supremasi hukum dan tetap terjaminnya integritas wilayah NKRI.
b. Tujuan yang ingin dicapai.
Brimob Polri dalam pelaksanakan tugasnya mempunyai tujuan sesuai yang terkandung dalam strateginya adalah ikut serta memelihara Kamdagri.
c. Sasaran yang ingin dicapai.
1) Terwujudnya kepercayaan masyarakat, dengan menyajikan pelayanan jasa kepolisian sesuai tuntutan masyarakat dan percepatan penyelesaian kasus melalui proses hukum.
2) Terwujudnya Brimob Polri yang dicintai masyarakat, dengan merubah perilaku dengan cara arif, sopan, menghargai orang lain, dan menjunjung adat yang berlaku.
3) Terwujudnya transparansi dalam bertindak, dengan memperhatikan nuansa aspirasi masyarakat.
d. Sumberdaya.
1) Sumberdaya manusia (Personel Brimob Polri).
a) Pembangunan kekuatan diarahkan untuk melakukan perubahan perilaku menjadi dicintai masyarakat, yaitu dengan :
(1) Tidak menyalahgunakan kekuasaan.
(2) Tidak menuntut imbalan, memeras, dan Pungli.
(3) Sopan, tidak arogan, dan dapat memperlakukan manusia secara patut.
b) Perubahan tersebut harus diawali dari para Pimpinan yang harus :
(1) Perlakuan terhadap bawahan sebagai yang ikut serta mengambil keputusan.
(2) Hubungan antara atasan dan bawahan sesuai dengan fungsi dan dapat bekerja sama.
(3) Suasana lingkungan kerja yang terbuka sehingga bawahan berani mengemukakan pendapat yang berbeda.
(4) Penilaian loyalitas kepada atasan dirubah menjadi loyal kepada organisasi dan misi.
(5) Sikap obyektifitas kerja bukan subyektifitas ABS.
(6) Penugasan lebih bersifat memotivasi dan mendorong.
(7) Kontrol dan pengawasan dilakukan secara obyektif berdasarkan pengamatan langsung dan pengecekan silang.
c) Untuk dapat dan mampu mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut diatas, perlu adanya standard/mutu sumberdaya manusia Brimob Polri sebagai berikut :
(1) Pimpinan yang visioner (Visioner Leadership).
Pimpinan dalam organisasi Brimob Polri diharapkan memiliki totalitas dan kredibilitas sesuai dengan sifat organisasinya, yaitu :
(a) Menjiwai azas-azas kepemimpinan Polri.
(b) Menjiwai doktrin, kode etik, dan pedoman-pedoman dalam organisasi.
(c) Memiliki kemampuan pribadi membangun, menggunakan, dan mengembangkan organisasi.
(d) Memiliki kemampuan teknis profesionalisme yang lebih daripada anggotanya.
(e) Memiliki semangat, jiwa korsa dan loyalitas yang tinggi terhadap organisasi dan anggotanya.
Dalam buku Kepemimpinman visioner tulisan BURT NANUS, PT Prenhallindo, Jakarta, 2001, Pemimpin yang visioner selalu mempunyai rencana, berorientasi penuh pada hasil, mengadopsi visi-visi baru yang menantang yang dibutuhkan dan bisa dijangkau, mengkomunikasikan visi-visi tersebut, mempengaruhi orang lain sehingga arah barunya mendapat dukungan, bersemangat memanfaatkan sumberdaya dan energi yang dimiliki untuk mewujudkan visi-visi tersebut.
Untuk mampu membangun lembaga-lembaga besar yang dapat mengubah dunia, dibutuhkan empat keseimbangan sebagai berikut :
(a) Mampu berhubungan secara terampil dengan para Pimpinan bawahan dan anggotanya dalam organisasi yang mengharapkan bimbingan, dorongan, dan motivasi Pimpinan.
(b) Mampu memanfaatkan lingkungan eksternal secara maksimal dan berhubungan secara terampil dengan pihak-pihak diluar organisasi yang mempengaruhi keberhasilan organisasi.
(c) Mampu membentuk dan mempengaruhi semua aspek operasi organisasi, termasuk kualitas sistem pengendalian, struktur organisasi dan sistem informasinya.
(d) Cerdik dalam menyiasati masa depan yang cenderung memiliki implikasi kritis terhadap organisasi di masa depan.
(2) Anggota Brimob Polri.
Anggota dalam organisasi Brimob Polri diharapkan memiliki totalitas dan kredibilitas sesuai dengan sifat organisasinya, yaitu :
(a) Menjiwai peranannya sebagai bawahan.
(b) Menjiwai doktrin, kode etik, dan pedoman-pedoman dalam organisasi.
(c) Memiliki kemampuan teknis profesionalisme.
(d) Memiliki semangat, jiwa korsa dan loyalitas yang tinggi terhadap organisasi dan sesama anggota.
d) Rekruitmen dan seleksi.
Rekruitmen dan seleksi dilaksanakan dengan sistem desentralisasi yang bersifat otonom dan dilaksanakan oleh Panitia Penerimaan Personel Brimob Polri bersama Bagian Seleksi dan Pendidikan Sumdaman Polri, hal ini dimaksudkan :
(1) Agar muatan budaya lokal tidak perlu menjadi bahan ajaran dalam pendidikan,
(2) Keluaran pendidikan terwujud adanya hubungan emosional yang harmonis antara petugas dengan masyarakat setempat.
2) Sarana dan prasarana.
Sarana dan prasarana yang sesuai dengan kemampuan-kemampuan Brimob yaitu yang dapat mendukung kelancaran dan keberhasilan tugas yang dibebankannya, dibedakan dalam bentuk penugasannya sebagai berikut :
a) Tugas kepolisian pada umumnya.
b) PHH anarkhis.
c) Reserse Mobile.
d) Jihandak .
e) Lawan/Penindakan Teror.
f) SAR.
g) Intelijen lapangan.
h) Gerilya lawan gerilya / Lawan insurjensi.
i) Tugas-tugas dukungan operasional/fungsi teknis.
j) Bantuan Pertahanan.
Sarana prasarana Brimob Polri yang tidak sesuai dengan sifat penugasan Brimob Polri, seyogyanya diserahkan kepada fungsi lain (Misalnya Perintis/Sabhara Polri) sehingga penanganan ancaman benar-benar sesuai dengan lapis-lapis kemampuan berdasarkan spektrum ancaman.
e. Sistem dan metoda.
1) Penerimaan personel (Rekruitmen).
Sesuai dengan dislokasi satuan-satuan Brimob Polri diatas dan dengan memperhatikan keterbatasan yang masih ada, maka penerimaan personel Brimob Polri dalam rangka penambahan jumlah kekuatan dengan sistem “Local boy for local job” yang idealnya sebagai berikut :
a) Rekruitmen Perwira Brimob bersumber dari Akpol/Setukpa, yang diberi kemampuan profesional Brimob di Pusdik Brimob.
b) Rekruitmen Bintara Brimob bersumber dari :
(1) Umum (Lulusan SLTA), yang dididik langsung di Pusdik Brimob dengan materi pelajaran :
(a) Tugas kepolisian secara umum, dengan penajaman materi hukum dan HAM.
(b) Kemampuan dasar profesional Brimob.
(2) Alih golongan dari Tamtama.
c) Rekruitmen Tamtama Brimob bersumber dari umum (Lulusan SLTA), yang dididik langsung di Pusdik Brimob dengan materi pelajaran :
(1) Tugas kepolisian secara umum, dengan penajaman materi hukum dan HAM.
(2) Kemampuan dasar profesional Brimob.
2) Pendidikan dan latihan.
Disamping pendidikan dasar Brimob diatas (Dalam rangka rekruitmen dan alih golongan), untuk meningkatkan kemampuan sesuai dengan strata penugasan dan jabatan pimpinan, maka diadakan pendidikan/latihan sebagai berikut :
a) Pendidikan dan latihan peningkatan strata kemampuan :
(1) Pendidikan Pelopor untuk calon personel yang akan ditempatkan pada Resimen Pelopor, diselenggarakan oleh Puslatbang Brimob bertempat di Pusdik Brimob dengan materi pelajaran :
(a) Refreshing :
(1)) Kemampuan dasar kepolisian (Penajaman materi hukum dan HAM).
(2)) Kemampuan dasar profesional Brimob.
(b) Penambahan kemampuan khusus Pelopor yaitu Gerilya lawan gerilya.
(2) Pendidikan Gegana untuk calon personel yang akan ditempatkan pada Resimen Gegana, diselenggarakan oleh Puslatbang Brimob bertempat di Pusdik Brimob dengan materi pelajaran :
(a) Refreshing :
(1)) Kemampuan dasar kepolisian (Penajaman materi hukum dan HAM).
(2)) Kemampuan dasar profesional Brimob.
(3)) Kemampuan khusus Pelopor.
(b) Penambahan kemampuan khusus Gegana :
(1)) Intelijen lapangan.
(2)) Operator Jihandak.
(3)) Penindakan Teror.
(3) Pendidikan Instruktur untuk calon personel yang akan ditempatkan pada Resimen Instruktur dan Pusdik Brimob, diselenggarakan oleh Puslatbang Brimob bertempat di Pusdik Brimob dengan materi pelajaran :
(a) Refreshing :
(1)) Kemampuan dasar kepolisian (Penajaman materi hukum dan HAM).
(2)) Kemampuan dasar profesional Brimob.
(3)) Kemampuan khusus Pelopor.
(4)) Kemampuan khusus Gegana.
(b) Penambahan kemampuan khusus Instruktur :
(1)) Pengajaran dan latihan.
(2)) Pengembangan kemampuan.
b) Pendidikan jabatan Brimob Polri.
Pendidikan jabatan diberikan kepada calon pimpinan Brimob yang diselenggarakan oleh Puslatbang Brimob bertempat di Pusdik Brimob sebagai berikut :
(1) Pendidikan jabatan Komandan Regu dan Komandan Tim Gegana, untuk strata jabatan tingkat Danru Brimob atau Dantim Gegana, dengan materi :
(a) Kepemimpinan visioner Brimob tingkat Regu.
(b) Refreshing kemampuan profesional Brimob.
(c) Kemampuan taktis Brimob tingkat Regu.
(d) Pengetahuan Penyidik Pembantu.
(2) Pendidikan jabatan Komandan Peleton dan Komandan Unit Gegana, untuk strata jabatan tingkat Danton Brimob atau Danunit Gegana.
(a) Kepemimpinan visioner Brimob tingkat Peleton.
(b) Refreshing kemampuan profesional Brimob.
(c) Kemampuan taktis Brimob tingkat Peleton.
(d) Pengetahuan dasar Kapolsek.
(e) Pengetahuan Penyidik.
(3) Pendidikan jabatan Komandan Kompi dan Komandan Sub Detasemen Gegana, untuk strata jabatan tingkat Danki Brimob atau Dansubden Gegana.
(a) Kepemimpinan visioner Brimob tingkat Kompi.
(b) Refreshing :
(1)) Kemampuan profesional Brimob.
(2)) Pengetahuan Penyidik.
(c) Kemampuan taktis tingkat Kompi.
(d) Pengetahuan dasar Kapolres.
(4) Pendidikan jabatan Komandan Batalyon dan Komandan Detasemen Gegana, untuk strata jabatan tingkat Danyon Brimob atau Danden Gegana.
(a) Kepemimpinan visioner Brimob tingkat Batalyon.
(b) Refreshing :
(1)) Kemampuan profesional Brimob.
(2)) Pengetahuan Penyidik.
(3)) Pengetahuan dasar Kapolres.
(c) Kemampuan taktis tingkat Batalyon.
3) Pembinaan personel.
Pembinaan personel Brimob Polri disusun mulai dari penerimaan, pembinaan di kesatuan, sampai dengan akhir tugas, yang dikelola secara hirarkhis keatas (Bottom up) dari kesatuan terkecil tingkat Regu dan kepangkatan terendah Bharada, dengan memperhatikan aspek kesejahteraan guna dapat menjaga disiplin dan kemampuan profesi.
4) Penggunaan kekuatan.
Penggunaan kekuatan Brimob Polri pada dasarnya disesuaikan dengan lapis-lapis strata kemampuan kesatuan dan tingkatan struktur kualifikasi kemampuan profesional Brimob, dengan menitikberatkan gelar kekuatan pada kepolisian tingkat kewilayahan terutama yang dinilai rawan situasi, sedangkan gelar kekuatan tingkat pusat sebagai back up tingkat nasional.
16. Implementasi.
Untuk menentukan kekuatan dan kemampuan suatu kesatuan di lapangan seyogyanya dibedakan pada eskalasi situasi yang dihadapai dan yang berkembang, ada pemahaman yang dapat dijadikan pedoman tentang eskalasi/tingkatan situasi :
a. Dalam buku Strategi penangkalan Hankamneg, Dephankam, Jakarta, 14 April 1998, halaman 31, dijelaskan tentang spektrum eskalasi sesuai dengan derajat kerawanannya yang merupakan interaksi antara dinamika yang timbul dari dalam maupun dari luar, yang terstruktur sebagai berikut :
1) Kondisi Aman
2) Kondisi Rawan
3) Kondisi Gawat
4) Kondisi Krisis
b. Berkaitan dengan tugas Polri sebagai aparat penegak hukum dan ketertiban masyarakat, dalam buku Mengelola Konflik tulisan SIMON FISHER DKK, SMK Grafika Desa Putra, Jakarta, 2001, dijelaskan bahwa tahapan konflik adalah sebagai berikut :
1) Pra Konflik
2) Konfrontasi
3) Krisis
4) Akibat krisis
5) Pasca konflik
c. Dalam aspek hukum disusun tahapan (Spectrum) konflik (Conflict = Perselisihan, Bentrokan) dan kekerasan (Violence) sebagai berikut :
1) Latent Conflict (Konflik tersembunyi).
2) Non Violence Conflict (Konflik bukan kekerasan).
3) Violence conflict (Konflik dengan kekerasan).
4) War (Perang)
Dari pemahaman tahapan konflik diatas, Brimob Polri menyusun pembangunan kekuatan dan penggunaannya sebagai berikut.
a. Pembangunan kekuatan jangka sedang.
Pembangunan kekuatan Brimob Polri diarahkan pada perubahan Visi, Misi, dan Tujuan organisasi yang sesuai dengan tuntutan masyarakat yang reformis.
1) Pembangunan organisasi yang mampu mengakomodasikan tuntutan masyarakat dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan :
a) Undang-undang tentang Polri (Baru).
b) Undang-undang tentang KUHP (Baru).
c) Undang-undang tentang KUHAP.
d) Undang-undang tentang Otonomi Daerah.
2) Pembangunan sumberdaya manusia.
a) Pemenuhan jumlah kekuatan secara bertahap sesuai dengan DSP sebesar 133.808 orang (Minimal dapat terpenuhi 50 %), yang dapat diwujudkan dengan jalan :
(1) Menambah quota jumlah penerimaan personel baru yang dididik di Pusdik Brimob Watukosek, dan atau
(2) Mengambil/menjaring sebagian personel hasil didik di SPN-SPN, dengan penjelasan bahwa perlu adanya penambahan enam jenis mata pelajaran Dasar Brimob di SPN yang terdiri dari:
(a) PHH.
(b) Resmob.
(c) SAR.
(d) Wanteror.
(e) Jihandak.
(f) Bantuan Pertahanan.
b) Peningkatan kemampuan profesional Brimob, terutama :
(1) Kemampuan mengatasi kerusuhan massa.
(2) Kemampuan mengatasi kejahatan intensitas tinggi.
(3) Kemampuan mengatasi terorisme.
(4) Kemampuan mengatasi separatis.
3) Pembangunan materiel, fasilitas dan jasa, diarahkan semaksimal mungkin dengan memperhatikan prinsip tanpa KKN atau upaya Mark up, dengan urutan prioritas :
a) Pengadaan/penggantian peralatan utama dan khusus yang mendukung kemampuan profesional Brimob.
b) Pembangunan/penambahan/rehabilitasi fasilitas Asrama/ Barak anggota.
c) Pengadaan/penggantian sarana mobilitas pasukan.
d) Pelimpahan materiel yang bukan lagi menjadi peralatan tugas Brimob Polri kepada fungsi kepolisian lainnya terutama Perintis Sabhara Polri, antara lain :
(1) Peralatan Dalmas.
(2) Kendaraan taktis PHH (Jenis Armomed Water Canon).
4) Pembangunan anggaran yang diprioritaskan kepada peningkatan kesejahteraan anggota (Gaji, ULP, Tunjangan Khusus/Kemampuan/ Kualifikasi, Tunjangan Jabatan/Fungsional, Perkoperasian).
5) Pembangunan sistem dan metode diarahkan untuk mengadakan perubahan sikap dan perilaku organisasi, sebagai berikut :
a) Perwujudan pengakuan legitimasi tugas Polri sebagai aparat penegak hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, serta pemelihara Kamdagri.
b) Menyusun pedoman pelaksanaan tugas sebagai payung guna mencegah tindakan salah prosedur.
c) Menentukan kajian tolok ukur standard kemampuan profesional Brimob Polri sebagai antisipasi menghadapi ancaman masa depan.
d) Pelaksanaan pendidikan secara terpusat di Pusdik Brimob mulai pembentukan, kemampuan, dan jabatan, dengan perubahan kurikulum sesuai dengan struktur penugasan dan strata kemampuan.
e) Penerapan reward and punishmen yang obyektif guna menghindari perselisihan dalam organisasi.
b. Penggunaan kekuatan jangka sedang.
Penggunaan kekuatan Brimob Polri diarahkan untuk melakukan pemulihan kepercayaan masyarakat melalui perubahan paradigma yaitu profesional, dekat dan dicintai masyarakat, yang meliputi :
1) Perubahan pendekatan yang bersifat kekerasan menjadi kekeluargaan namun tegas dan keras terhadap pelanggar hukum.
2) Transparan dalam melaksanakan aspirasi masyarakat.
3) Meningkatkan kualitas penegakan hukum secara cepat dan tuntas, tanpa KKN, Pungli dan imbalan jasa.
4) Meningkatkan kualitas pengayoman terhadap masyarakat dengan pemberdayaan potensi masyarakat.
5) Kecepatan dan ketepatan menangani kasus tanpa membedakan golongan/kelompok/perorangan.
Dalam rangka pemberian bantuan taktis kepada satuan kepolisian kewilayahan, maka cara bertindak yang dipolakan adalah sebagai berikut :
1) Menggunakan cara bertindak operasional kepolisian bersifat deteksi, preemtif, preventif, represif, sesuai dengan sasaran tugas yang dibebankan.
2) Pengerahan kekuatan menggunakan sistem kekuatan berlapis (Toratorium) sebagai berikut :
a) Lapis – I, menggunakan kekuatan Polda setempat.
b) Lapis – II, menggunakan kekuatan Polda terdekat/ berbatasan.
c) Lapis – III, menggunakan kekuatan Satbrimob Polda setempat.
d) Lapis – IV, menggunakan kekuatan Korbrimob Polri.
3) Setiap penugasan berkekuatan satu SSK Brimob diperkuat dengan satu Unit Gegana.
4) Setiap penugasan BKO Satwil, didampingi Perwira Koordinator Lapangan (Pakorlap) sebagai konsultan Kasatwil yang bersangkutan.
Pemberian bantuan teknis kepolisian menggunakan pola dan cara bertindak sebagai berikut :
1) Penugasan deteksi :
a) Sasaran penugasan diarahkan pada sumber gangguan Kamtibmas berkadar tinggi.
b) Susunan kekuatan :
(1) Unit Reserse mobil.
(2) Unit Intelijen Lapangan.
(3) Unit Combat Intelijen.
c) Cara bertindak :
(1) Penyelidikan lapangan.
(2) Pendayagunaan peran masyarakat.
(3) Menggunakan Prinsip penggandaan deteksi.
2) Penugasan Pre-emtif :
a) Sasaran penugasan diarahkan pada FKK yang berpotensi menimbulkan gangguan Kamtibmas kadar tinggi.
b) Susunan kekuatan dalam bentuk ikatan kelompok atau lebih sesuai sasaran yang dihadapi.
c) Cara bertindaknya dengan pola Bimmas.
3) Penugasan Preventif :
a) Sasaran penugasan diarahkan pada bentuk kegiatan masyarakat yang potensial menjadi gangguan Kamtibmas kadar tinggi.
b) Susunan kekuatan minimal tingkat Regu dengan Kodal melekat pada Satuan atasannya.
c) Cara bertindak teknis Preventif kepolisian :
(1) Turjawalli.
(2) Pengembangan peranserta masyarakat.
4) Penugasan Represif :
a) Sasaran penugasan diarahkan pada bentuk gangguan Kamtibmas berkadar tinggi.
b) Susunan kekuatan minimal tingkat Regu dengan kelengkapan dan Kodal sesuai konsep Operasi.
c) Cara bertindak :
(1) Taktis dan teknis kepolisian dengan standard profesi dan petunjuk Brimob.
(2) Terampil dan kecepatan tinggi.
Penerapan penggunaan kekuatan Brimob Polri pada dasarnya sebagai penindak konflik dan kerusuhan pada eskalasi Violence Conflict dan War, dengan visualisasi sebagai berikut :
1) Tahap Latent conflict.
Pada tahap latent conflict (Konflik tersembunyi) dimana permasalahan masih bersifat korelatif (FKK) belum merupakan ancaman faktual (AF), maka yang dikedepankan adalah :
a) Fungsi Intelijen kepolisian, melakukan deteksi atas konflik tersebut terhadap kemungkinan berkembang mengarah kepada terjadinya kerusuhan.
b) Fungsi Bimmas kepolisian :
(1) Melakukan pembinaan dan pembimbingan kepada masyarakat yang berkonflik agar tidak berkembang menjadi kerusuhan.
(2) Melakukan pembimbingan terhadap masyarakat yang tidak berkonflik agar tidak melibatkan diri atau terprovokasi kedalam kelompok tersebut.
c) Fungsi Sabhara Polri, melakukan patroli selektif untuk menciptakan effect deterren dan upaya pencegahan dini.
d) Fungsi Brimob Polri, stand by di kesatuan sambil menugaskan intelijen lapangan guna percepatan analisis perkembangan situasi konflik tersebut.
2) Tahap Non Violence Conflict.
Pada tahap non violence conflict (Konflik tanpa kekerasan) dimana permasalahan telah berubah menjadi hazard (PH) dan merupakan ancaman faktual (AF), maka yang dikedepankan adalah :
a) Fungsi Sabhara Polri :
(1) Melakukan penjagaan dan antisipasi terjadinya kerusuhan terbuka.
(2) Melakukan penindakan dini terhadap ancaman faktual yang timbul guna mencegah meluasnya kerusuhan.
b) Fungsi Bimmas kepolisian :
(1) Melakukan pembinaan dan pembimbingan kepada masyarakat yang berkonflik agar tidak berkembang menjadi kerusuhan terbuka.
(2) Melakukan pembimbingan terhadap masyarakat yang tidak berkonflik agar tidak melibatkan diri atau terprovokasi kedalam kelompok tersebut serta membantu menetralisir situasi.
c) Fungsi Intelijen kepolisian, melakukan deteksi atas perkembangan konflik tersebut terhadap kemungkinan berkembang menjadi kerusuhan terbuka.
d) Fungsi Brimob Polri :
(1) Stand by di kesatuan sambil menentukan rencana CB apabila terjadi kerusuhan anarkhis.
(2) Menugaskan intelijen lapangan guna percepatan analisis perkembangan situasi konflik tersebut.
3) Tahap Violence Conflict.
Pada tahap violence conflict (Konflik dengan kekerasan) dimana permasalahan telah berubah menjadi ancaman faktual (AF), maka yang dikedepankan adalah :
a) Fungsi Sabhara Polri :
(1) Melakukan penanggulangan dan penindakan cepat dan tepat terhadap terjadinya kerusuhan dengan kekerasan.
(2) Melakukan kerjasama dengan unsur Brimob Polri sebagai penindak pelaku anarkhis.
b) Fungsi Brimob Polri :
(1) Berada bersama pasukan PHH Perintis Sabhara Polri melakukan penindakan pelaku anarkhis.
(2) Menugaskan intelijen lapangan guna mendapatkan agitator pelaku kerusuhan dengan kekerasan serta menemukan provokator terjadinya kerusuhan tersebut.
c) Fungsi Bimmas kepolisian :
(1) Melakukan pembinaan dan pembimbingan kepada masyarakat yang berkonflik dengan mengedepankan peran Negosiator agar tidak berkembang menjadi lebih parah.
(3) Melakukan pembimbingan terhadap masyarakat yang tidak berkonflik agar tidak melibatkan diri atau terprovokasi kedalam kelompok tersebut serta membantu Polri untuk menetralisir situasi.
d) Fungsi Intelijen kepolisian, melakukan deteksi atas perkembangan konflik tersebut terhadap campur tangannya pihak ketiga dan bertambahnya massa dari luar daerah konflik.
4) Tahap War/Perang.
Pada tahap ini permasalahan yang terjadi merupakan ancaman faktual (AF) yang bersifat mengancam eksistensi wilayah hukum NKRI, maka yang dikedepankan adalah :
a) Fungsi Brimob Polri :
(1) Pada saat situasi dinyatakan “Darurat Sipil”, melakukan penanggulangan ancaman perang terbatas.
(2) Pada situasi yang dinyatakan “Darurat Militer” :
(a) Yang dikedepankan adalah unsur TNI sebagai aparat Pertahanan Negara.
(b) Brimob Polri melakukan fungsi Bantuan Pertahanan dengan tugas pengamanan pada obyek-obyek vital dan VVIP.
(3) Pada situasi “Perang” :
(a) Dilakukan mobilisasi wajib militer oleh Penguasa Perang.
(b) Brimob Polri sebagai fungsi Bantuan Pertahanan :
(1)) Melakukan pengamanan obyek vital.
(2)) Melakukan pengamanan VVIP.
(3)) Melakukan evakuasi korban perang dan pengamanannya.
(4)) Melakukan pengamanan lokasi dan personel pengungsi.
(5)) Melakukan pengamanan daerah-daerah yang telah dapat dikuasai oleh TNI.
b) Fungsi Polri lainnya :
(1) Melakukan tugas pokok masing-masing sesuai dengan kekuatan dan kemampuan.
(2) Melakukan pengamanan markas dan asset Polri serta personel (Keluarga Polri).
P E N U T U P
17. Kesimpulan.
Dari uraian pembahasan kertas karya perorangan diatas, dapatlah disimpulkan sebagai berikut :
a. Dalam rangka menghadapi ancaman jangka sedang yang diwarnai oleh dampak krisis dan dunia tanpa batas serta tuntutan masyarakat reformis, Brimob Polri sebagai salah satu fungsi bantuan taktis operasional Polri memberdayakan dirinya dengan melakukan perubahan paradigma sesuai dengan kebijakan, visi, dan misi Polri yang dicanangkan oleh Kapolri pada tanggal 1 Desember 2001.
b. Perekembangan lingkungan strategis global membawa kosekuensi perubahan di berbagai bidang kehidupan, dan bagi Brimob Polri diwujudkan dalam perubahan paradigma sebagai respon berbagai perkembangan lingkungan yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap pelaksanaan tugas, baik aspek instrumental, aspek struktural, maupun aspek kultural.
c. Dalam rangka mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis dan perubahan tersebut, serta kondisi saat ini dan dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh lainnya, Brimob Polri menyusun strategi pembangunan dan penggunaan kekuatannya agar mampu menghadapi ancaman jangka sedang dalam negeri, dengan :
1) Melakukan perubahan pembangunan sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, sistem dan metoda, serta pola pemberdayaannya.
2) Dalam rangka memenuhi tuntutan msyarakat dan antisipasi ancaman kedepan serta otonomi daerah, Brimob Polri mengupayakan penempatan kesatuan-kesatuan sesuai dengan hakekat ancaman wilayah kepolisian.
3) Memberdayakan kekuatan sesuai dengan struktur kesatuan dan strata kemampuan/kualifikasi serta eskalasi struktur ancaman yang terjadi.
18. Rekomendasi.
a. Untuk dapat merealisasikan konsep strategi pembangunan dan penggunaan kekuatan Brimob Polri jangka sedang ini perlu disosialisasi-kan kepada penanggung jawab Brimob beserta para pejabat di lingkungan Brimob dan para sesepuh Brimob.
b. Pemikiran penulis yang tidak sesuai dengan keinginan organisasi saat ini hendaknya dijadikan bahan renungan dalam menghadapi perkembangan situasi jangka sedang, antara lain :
1) Rekruitmen personel Brimob Polri, dilaksanakan oleh ”Panitia khusus dari Brimob Polri bersama-sama Bagian Seleksi Sumdaman Polri”.
2) Penugasan Brimob Polri sebagai ”Penindak gangguan Kamtibmas berkadar/intensitas tinggi” sedangkan gangguan Kamtibmas yang lebih rendah intensitasnya ditangani oleh fungsi kepolisian lainnya, oleh sebab itu alat peralatan yang tidak sesuai dengan penugasan intensitas tinggi seyogyanya disalurkan/dipertanggung-jawabkan kepada fungsi penindak awal.
3) Resimen Pelopor didisposisikan pada tiga wilayah, sebagai berikut :
a) Satu Resimen Pelopor, di Medan – Sumatera Utara.
b) Satu Resimen Pelopor, di Kedunghalang – Bogor.
c) Satu Resimen Pelopor, di Makassar – Sulawesi selatan.
4) Puslatbang Brimob (Resimen – V) berada ”Satu atap” bersama-sama Pusdik Brimob di Watukosek, guna menyelaraskan jenjang pendidikan kemampuan profesional Brimob, dan kemampuan para pejabat jajaran Brimob Polri.
5) Pada tiap-tiap Satbrimob Daerah, dikembangkan dengan menambah/membentuk satu Subden Gegana.
6) Dalam rangka memudahkan menjaring tambahan personel di Satuan Brimob Polri, disamping melalui Pusdik Brimob di Watukosek, disarankan adanya penambahan mata pelajaran “Dasar Brimob” di SPN bagi yang akan ditempatkan di Satuan Brimob, sebagai berikut :
a) PHH.
b) Resmob.
c) SAR.
d) Wanteror.
e) Jihandak.
f) Bantuan Pertahanan.
7) Untuk membedakan dengan eskalasi yang ber-visi militer/perang, maka ditawarkan menggunakan konsep eskalasi situasi/ancaman dengan “Spektrum Konflik” yang ber-visi hukum sebagai paradigma baru Brimob Polri, sebagai berikut :
a) Tahap Latent Conflict (Konflik terselubung).
b) Tahap Non Violence Conflict (Konflik tanpa kekerasan).
c) Tahap Violence Conflict (Konflik dengan kekerasan).
d) Tahap War (Perang).
Lembang, 27 Pebruari 2002